Rabu, 07 Januari 2009

Aturan Tindak Pidana Dalam UUNo 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Terbukti Mengancam Para Pengguna Internet

Sejak ditetapkannya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada 21 April 2008, telah menimbulkan banyak korban. Berdasarkan pemantauan yang telah aliansi lakukan paling tidak telah ada 4 orang yang dipanggil polisi dan menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana yang diatur dalam UU ITE. Para tersangka atau korban UU ITE tersebut merupakan pengguna internet aktif yang dituduh telah melakukan penghinaan atau terkait dengan muatan penghinaan di internet.Orang-orang yang dituduh berdasarkan UU ITE tersebut (lihat tabel lampiran) kemungkinan seluruhnya akan terkena pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yakni dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, pasal tersebut menyatakan bahwa,setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.Aliansi prihatin dengan kondisi ini dan seperti yang telah kami katakan beberapa waktu lalu bahwa Aliansi pada prinsipnya tidak menolak pengaturan muatan internet karena hal itu penting bagi perlindungan publik atas konten muatan pornografi (terutama pornografi anak), penghasutan yang berakibat kekerasan dan kejahatan lainnya. Namun perumusan tindak pidananya haruslah jelas, dan tidak menimbulkan multi intrepretasi apalagi kalau bersifat over kriminalisasi dan over legislasi seperti yang diatur dalam UU ITE.Aliansi menilai bahwa pasal-pasal tindak pidana yang mengatur konten muatan dalam UU ITE khususnya pasal 27 dan 28 UU ITE sangatlah luas dan umum. Ini akan menjadi momok baru para pengguna internet maupun komunitas-komunitas pengguna internet serta pengguna informasi elektronik lainnya. Secara umum aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.Misalnya untuk pasal 27 ayat (3) UU ITE terminologi “memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” merupakan terminologi yang sangat luas. Penghinaan dan pencemaran dalam UU ITE ini juga akan menabrak seluruh konsep dan doktrin hukum pidana dalam KUHP yang telah dijadikan acuan saat ini. Karena dalam KUHP penghinaan di jelaskan dengan bermacam-macam katgori dan ancaman yang berbeda, ITE mencampur adukkan seluruh doktrin itu dan memberikan ancaman yang jauh lebih berat tanpa kategori yakni penjara 6 tahun dan denda 1 miliar rupiah. Selain itu pasal tersebut tidak memberikan pembenaran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembelaan kepentingan umum.Walaupun pada beberapa waktu yang lalu pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhammad Nuh, yang menyatakan telah menjamin bahwa pasal 27, yang bisa menyeret siapa pun ke penjara karena melakukan penghinaan lewat sarana elektronik tersebut tidak akan berlaku terhadap pers. Karena menururtnya dalam Undang-Undang Pers telah menyatakan, bahwa pers wajib melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Namun aliansi mengganggap hal itu bukanlah garansi karena justru UU ITE dapat digunakan untuk menghajar seluruh aktivitas di internet tanpa ter kecuali yang tak ada hubungannya dengan UU tersebut.


Tidak ada komentar: